Sharing for learn...

Senin, 31 Maret 2014

Thawaf Kehidupan dengan Syariah Islam

Senin, Maret 31, 2014 Posted by ./rex No comments
Masih 225 km lagi ke kota Makkah. Ide-ide yang terlintas di kepalaku memaksa aku bercengkerama  kembali istri dengan keduaku walaupun sedang ihram. Beda dengan istri pertamaku, istri keduaku brand internasional dan selalu aku timang kemanapun, namanya notebook.

Menjalani jalan dari Makkah – Madinah mau tidak mau membuat pikiranku melakukan trackback history kepada peristiwa penting dalam Islam, Futuh Makkah. Sebenarnya peristiwa ini tidak bisa dikatakan sebagai peristiwa yang terpisah dengan peristiwa lain, tapi berkaitan erat dengan peristiwa Perjanjian Hudaibiyah dan Umrah Qadha.

Sebagai seorang politisi sekaligus ahli strategi ulung, Rasulullah mengambil langkah pre-emptive dengan menggerakkan shahabat dan orang-orang Arab lainnya sehingga berjumlah 1.400 orang untuk pergi melakukan umrah ke Makkah. Dan seperti yang kita bisa baca dalam kitab-kitab tarikh, kepergian itu dihadang oleh pasukan Quraisy dibawah Khalid bin Walid. Namun Rasulullah mengambil jalan yang tidak biasa diambil sehingga dapat memotong sampai Hudaibiyah. Inilah kekalahan pertama Khalid bin Walid, yang terkenal tidak pernah terkalahkan dalam perang manapun sampai akhir hayatnya.

Singkat cerita, kaum Quraisy akhirnya memaksa Rasulullah menerima perjanjian Hudaibiyah yang secara sekilas sangat merugikan kaum Muslim, namun Rasulullah menerimanya walaupun Umar bin Khaththab menunjukkan ketidakpuasannya. Kurang dari setahun, strategi yang dikenal paling brilian dalam sejarah Islam terbukti, Rasulullah memimpin 2.000 orang untuk melakukan umrah qadha, pengganti umrah yang tidak jadi dilaksanakan pada tahun lalu, plus opini yang berpihak padanya karena kaum Quraisy merusak perjanjian bahwa siapapun boleh memasuki tanah Haram. Dan akhirnya kelanjutannya seperti yang dapat kita lihat. Futuh Makkah.

Demikianlah Aku berjalan ke Makkah, dan sesampainya aku disana malam telah menemani kota suci tempat lahir Rasulullah saw. Beberapa waktu kemudian, Masjidil Haram muncul di pandangan, kali pertama Aku secara langsung melihatnya. Subhanallah.

Turun dari bis, aku memasuki Al-Haram dari pintu yang biasa dimasuki oleh Nabiku, beberapa langkah setelah itu satu set tangga membawaky lebih dalam ke bagian tengah masjid, setelah satu set tanggak kedua, aku mendapatkan pengalaman yang tak terlukis oleh indera.

Allahuakbar-Allahuakbar-Allahuakbar, Laaa Ilaaha Illa Allah!



Baitullah berada di tengah pandanganku, disekitarnya ada ratusan ribu manusia berkeliling, membentuk suatu medan energi yang mewujud dalam doa yang dihantarkan ke haribaan Tuhan Pencipta Semesta Alam, satu-satunya, Allah Swt.

Tanpa sadar, mataku basah, lisanku berdzikir, dan akalku menyadarinya. Bahwa pemandangan ini adalah pemandangan yang dilihat oleh Rasulullah Muhammad saw.


Bercampur baur dengan seluruh ummat Islam, aku melihat bahwa Ka’bah bisa menihilkan perbedaan, memperkuat resonansi aqidah melalui perwujudan ibadah. Tawaf yang kami lakukan tidak lain adalah sebuah simbol bahwa Allah telah menurunkan Islam sebagai poros kehidupan manusia dan perbuatannya. Islamlah yang boleh tetap, sementara yang lain berputar disekitarnya. Sayang, sekarang ber tawaf di ka’bah hanya menjadi ritual yang tak membawa apapun ketika para jama’ah pulang ketempatnya masing-masing. Saat ini kaum Muslim justru bertawaf bukan pada Islam, melainkan peradaban Barat, millah Yahudi dan Nasrani.


Kita lihat bahwa ketika beribadah ritual, seluruh ummat Muslim berlomba-lomba meniru Rasulullah. Bahkan mereka memperjuangkan mencium hajar aswad laksana perang, sehingga menyakiti Muslim yang lain, padahal hal itu sunnah. Tetapi dalam hal peribadahan dalam bentuk sosial, kewajiban dari Rasulullah justru dicampakkan, bahkan sama sekali tidak diperjuangkan.


Dunia sudah terbolak-balik, yang sunnah jadi lebih utama dari yang wajib Saat Rasulullah nyata-nyata mengirim surat kepada penguasa-penguasa dunia seperti Mesir, Persia dan Romawi sebagai kepala negara, justru ummat Muslim ramai menyangkalnya.

Saat Rasulullah menyetujui pemenggalan kepala 700 orang dari bani Quraizhah pasca perang Ahzab, justru pembahasan meniru Rasul selalu dengan cerita Rasulullah memberi makan Yahudi, sehingga umat tidak mendapatkan gambaran utuh tentang nabinya.

Hajar Aswad diperjuangkan untuk dicium sampai-sampai melakukan yang haram, shalat idul fitri lebih ramai dari shalat wajib. Shlat berjama’ah yang sunnah dibela-belain, tapi berdakwah menerapkan syariah Islam justru dikesampingkan. Bukannya seharusnya kalo kita semangat shalat berjama’ah berarti kita lebih semangat berdakwah yang notabene wajib?

Dunia memang sudah terbolak-balik…

Renungkan hadits qudsy dari Allah swt:
“Tidak ada cara ber-taqarrub (mendekatkan diri) seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku sukai selain melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Aku fardhu-kan kepadanya. Namun hamba-Ku itu terus berusaha mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan (sunnah) nawafil, sehingga Aku pun mencintainya. Apabila ia telah Aku cintai, Aku menjadi pendengarannya yang dengan Aku ia mendengar, (Aku menjadi) pengelihatannya yang dengan Aku ia melihat, (Aku menjadi) tangannya yang dengan Aku ia keras memukul, dan (Aku menjadi) kakinya yang dengan Aku ia berjalan. Jika ia memohon kepada-Ku, sungguh, akan Aku beri dia, dan jika ia memohon perlindungan-Ku, Aku benar-benar akan melindunginya” (HR Bukhari - Muslim)

Khilafah adalah kewajiban yang dibebankan Rasulullah bagi setiap Muslim, dan lebih daripada itu, Khilafah adalah janji Allah bagi setiap Muslim yang yakin kepada janji-Nya!


Sumber http://goo.gl/QJidih

0 komentar:

Posting Komentar

Back to Top