Tulisan ini adalah lanjutan dari Artikel Sebelumnya (klik tulisan ini),
agar lebih mudah memahami tulisan ini aku sarankan untuk membaca
terlebih dahulu tulisan sebelumnya.
Pemuda memegang peranan penting dalam hampir setiap perjuangan meraih cita-cita. Revolusi Perancis yang menumbangkan kekuasaan monarki digerakkan oleh para pemuda. Perjuangan pro demokrasi di RRC dan Burma juga digerakkan oleh pemuda. Lapangan Tiananmen di Cina bisa menjadi saksi bagaimana keberanian pemuda menyongsong desingan peluru demi cita-cita demokratisasi yang didambaknnya. Bahkan foto yang merekam keberanian seorang pemuda pro-demokrasi menyongsong iringan tank menjadi foto jurnalistik terbaik ketika itu. Para pengikut setia Lenin dan Stalin di awal kemenangan komunisme di Rusia kebanyakan adalah para pemuda. Pemuda Mikhail Gorbachev ketika 18 tahun menulis, “Lenin adalah ayahku, guruku dan Tuhanku”. Kini, di Indonesia setelah PKI sudah lama dibubarkan, disinyalir muncul ideologi “kiri baru” yang kebanyakan penganutnya tetaplah kalangan muda. Demonstrasi kolektif menuntut reformasi antar kampus-kampus besar di Indonesia yang akhirnya menumbangkan kekuasaan Order Baru dan Presiden Soeharto 21 Mei 1998 lalu, juga dilakukan mahasiswa yang notabene pemuda.
Begitu juga dalam sejarah dakwah Islam, pemuda memegang peranan penting. Para Nabi dan Rasul yang diutus Allah untuk menyampaikan ajaran agama terpilih dari kalangan pemuda yang rata-rata berusia sekitar empat pulu tahun. Berkata Ibnu Abbas ra. ”Tidak ada seorang Nabi pun yang diutus Allah melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda saja (antara 30 – 40 tahun). Begitu juga tidak seorang alim pun yang diberi ilmu melainkan (hanya) dari kalangan pemuda saja”. (Tafsir Ibnu Katsir III/63). Di Indonesia, pemuda Islam – dengan semangat jihad – berjuang mengusir penjajah kafir belanda. Pemuda Islam juga yang menjadi garda terdepan dalam aksi penumpasan PKI. Teriakan “Allahu Akbar” pemuda Bung Tomo membakar semangat arek Suroboyo melawan tentara sekutu.
Dalam Al Qur’an terdapat banyak kisah keberanian pemuda. Ada pemuda Ashabul Kahfi, pemuda Musa, Yusuf dan sebagainya. Simaklah bagaimana kisah keberanian Ibrahim yang diantaranya tertuang pada surah Al Anbiya’ ayat 60, “Mereka berkata: Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim”. Ibrahim menentang keras kebiasaan kaumnya. Ia mencela patung-patung sesembahan mereka yang sama sekali tidak memberi manfaat dan mendatangkan mudharat. Dalam surah Asy Syu’ara ayat 72 diceritakan bagaimana Ibrahim mendebat cara berpikir mereka. “Berkata Ibrahim, ”Apakah berhala-berhala itu mendengarmu sewaktu kamu berdoa kepadanya? Atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?” Mereka menjawab, ”sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian””. Jelaslah bahwa mereka menyembah berhala-berhala itu karena taklid buta semata, tanpa ilmu. Ibrahim lantas menjelaskan siapa yang sesungguhnya pantas disembah. Berkata Ibrahim (mulai ayat 77), “Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam, Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkanku”.
Bukan hanya mendebat, Ibrahim juga mengambil tindakan. Ayat 58 dari Surah Al Anbiya’ menceritakan, “Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar dari patung-patung yang lain, agar mereka (kaum itu) kembali bertanya kepadanya”. Ketika mereka menangkap Ibrahim dan menuduhnya merusak berhala itu, Ibrahim meminta mereka untuk bertanya kepada berhala besar yang masih utuh. Tentu saja mereka tak mau melakukan karena tahu berhala itu tidak dapat berbicara. “Kemudian mereka jadi tertunduk (lalu berkata), “Sesungguhnya kamu Ibrahim telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara”” (ayat 65). Bila demikian, mengapa masih saja disembah? “Ibrahim berkata, Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu?”
Pemuda di Awal Dakwah Islam
Rasulullah Muhammad SAW ketika diangkat menjadi Rasul berumur empat puluh tahun. Pengikut beliau, yang merupakan generasi pertama, kebanyakan juga dari kalangan pemuda bahkan ada yang masih anak-anak. Mereka dibina Rasulullah SAW. setiap hari di Daarul Arqam. Diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam, yang paling muda, keduanya ketika itu berusia 8 tahun, Thalhah bin Ubaidillah (11), Al Arqam bin Abi Al Arqam (12), Abdullah bin Mas’ud (14) yang kelak menjadi salah satu ahli tafsir terkemuka, Sa’ad bin Abi Waqqash (17) yang kelak menjadi panglima perang yang menundukkan Persia, Ja’far bin Abi Thalib (18), Zaid bin Haritsah (20), Ustman bin Affan (20), Mush’ab bin Umair (24), Umar bin Khattab (26), Abu Ubaidah Ibnul Jarah (27), Bilal bin Rabbah (30), Abu Salamah (30), Abu Bakar Ash Siddiq (37), Hamzah bin Abdil Muthalib (42), Ubaidah bin Al Harits, yang paling tua diantara semua shahabat berusia 50 tahun.
Dan masih terdapat puluhan ribu pemuda lain yang terlibat aktiv dalam dakwah menegakkan panji-panji Islam di masa hidup Rasulullah SAW. umumnya mereka adalah pemuda, bahkan remaja yang baru berangkat dewasa. Adalah Usamah bin Zaid, ketika itu berusia 18 tahun, yang diangkat Nabi sebagai komandan pasukan Islam ketika menyerbu Syam. Padahal diantara pasukan Islam terdapat shahabat seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab yang lebih tua darinya. Begitu juga Abdullah bin Umar. Jiwa perjuangan Islam telah memanasi jiwanya sejak umur 13 tahun. Alkisah, suatu ketika Rasulullah SAW. tengah menyiapkan pasukan untuk perang Badar. Datang kepada Rasulullah SAW. dua remaja Islam, Abdullah Ibnu Umar dan Al Barra’, meminta agar diterima sebagai anggota pasukan Islam. Tapi rasulullah SAW. menolak karena mereka masih terlampau kecil. Tahun berikutnya, menjelang perang Uhud, mereka datang lagi kepada Rasulullah SAW. untuk maksud yang sama. Yang diterima hanya Al Barra’. Pada perang Ahzab barulah Ibnu Umar diterima sebagai anggota pasukan Islam (Shahih Bukhari VII/ hal 226 dan 302).
Ada satu riwayat menarik untuk direnungkan oleh para pemuda Islam masa kini, yang diceritakan oleh shahabat Abdurrahman bin Auf. Katanya, “Selagi aku berdiri dalam barisan pasukan pada perang Badar, aku melihat ke kanan dan kiri. Saat itu tampaklah olehku dua orang Anshar yang masih muda belia. Aku berharap semoga aku lebih kuat dari padanya. Tiba-tiba salah seorang diantaranya menekanku seraya berkata: “Hai paman, apakah engkau mengenal Abu Jahal (tokoh kafir Quraisy - Pen)?” Aku jawab: “Ya, apa keperluanmu padanya, hai anak saudaraku?.” Dia menjawab: “Ada seseorang yang memberitahuku bahwa Abu Jahal sering mencela Rasulullah SAW.. Demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya, jika aku menjumpainya tentu tak akan kulepaskan dia sampai siapa yang terlebih dulu mati, aku atau dia”. Berkata Abdurrahman bin Auf: “Aku merasa heran ketika mendengar ucapan pemuda itu”. Kemudian anak yang satunya lagi juga menekanku dan berkata seperti ucapan temannya tadi. Tidak lama berselang, aku melihat Abu Jahal mondar-mandir di dalam barisannya. Segera aku katakan (kepada dua anak muda itu): “Inilah orang yang sedang kalian cari”. Tanpa mengulur-ulur waktu, keduanya seketika menyerang Abu Jahal, menikamnya dengan pedang sampai tewas. Setelah itu mereka mendatangi Rasulullah SAW. (dengan rasa bangga) menceritakan kejadian itu. Rasulullah SAW. bertanya: ”Siapa diantara kalian yang menewaskannya?” masing-masing menjawab: “Sayalah yang membunuhnya” lalu Rasulullah SAW. bertanya lagi: “Apakah kaliah sudah membersihkan mata pedang kalian?” “Belum”, jawab keduanya serentak. Rasulullah SAW. kemudian melihat pedang mereka, seraya bersabda: “Kamu berdua telah membunuhnya, akan tetapi segala pakaian dan senjata yang dipakai Abu Jahal (boleh) dimiliki Muadz bin Al Jamuh””. (Berkata perawi hadits ini): Bahwa kedua pemuda itu adalah Muadz bin Afra dan Muadz bin Amru bin al Jamuh. (Musnad Imam Ahmad jilid I/hal. 193 dan Shahih Bukhari hadits no. 3141 dan Shahih Muslim hadits no. 1752)
Pemuda-pemuda gagah berani, yang hidupnya didedikasikan hanya bagi kejayaan dan kemuliaan Islam, seperti itulah yang telah sanggup memikul beban dakwah dan bersedia berkorban serta menghadapi berbagai siksaan dengan penuh kesabaran. Mereka mendapat kebaikan, ampunan dari Allah dan surga yang tak terkirakan kenikmatannya. Mereka itulah yang disebut orang yang muflih (beruntung).
“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh bermacam-macam kebaikan dan mereka itulah orang –orang yang beruntung” (at Taubah: 88).
“Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanKu (karena mengemban dakwah Islam) yang berperang dan yang dibunuh, pasti akan Aku hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Sebagai pahala di sisi Allah. Dan di sisi Allahlah terdapat pahala yang baik” (Ali Imran: 195)
Masa Depan di Tangan Islam
Berdasar dalil-dalil yang kuat, diyakini Islam akan melingkupi seluruh dunia di masa depan.
“Dialah yang mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk yang benar dan agama yang haq untuk dimenangkanNya atas seluruh agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya” (at Taubah: 33)
“Sesungguhnya Allah telah memberikan bagiku dunia ini, baik ufuk Timur maupun Barat. Dan kekuasaan umatku akan sampai kepada apa yang telah diberikan kepadaku dari dunia ini” (HR. Muslim)
“Perkara ini (agama Islam) akan merebak ke segenap penjuru yang ditembus malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumah pun, baik gedung maupun gubuk melainkan Islam akan memasukinya sehingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran” (HR. Ibnu Hibban nomer 1631-1632)
Bila kejayaan Islam masa lalu muncul akibat dakwah Islam yang banyak ditopang oleh para pemuda Islam yang memiliki sifat dan sikap perjuangan gigih, yang sanggup menyisihkan siang dan malamnya demi kepentingan Islam, maka demikian juga masa depan Islam. Sunatullah tidak pernah berubah. Siapa yang unggul dialah yang memimpin. Umat Islam di masa lalu, terutama para pemudanya, unggul karena mereka benar-benar memeluk Islam secara kaffah, lurus aqidahnya dan penuh ketaatannya pada syariat. Bagaimana dengan pemuda Islam sekarang?
Pemuda Islam sekarang hidup dalam lingkungan jahily. Di sekitarnya berlangsung tatanan kehidupan tidak Islamiy, disertai proses deislamisasi yang demikian deras melalui berbagai media. Menjadikan satu sisi mereka tetap muslim tapi di sisi lain pikiran, perasaan dan tingkah lakunya – dalam cara berpakaian, bergaul, bermuamalah – telah banyak tercemari oleh pikiran, perasaan dan tingkah laku tidak Islam yang kebanyakan bersumber dari khasanah pemikiran non Islam. Di bidang budaya misalnya, berkembang westernisme yang berinti amoralisme. Bagi mereka tidak ada yang tabu, termasuk seks bebas, pakaian tak senonoh, sepanjang tidak menggangu kepentingan orang lain. Bila tidak waspada, pemuda Islam masa kini akan dengan mudah terasingkan dari agamanya. Ajaran-ajaran Islam tentang pakaian, makanan, pergaulan, ekonomi, politik, dan sebagainya, ditanggapinya sebagai pikiran dan seruan yang asing lagi aneh. Bila demikian keadaan pemuda Islam sekarang, bagaimana bisa diharap kejayaan Islam di masa depan sebagaimana telah dijanjikan?
Dulu, Syafi’i muda telah hafal Al Qur’an pada usia sekitar 9 tahun, dan mulai dimintai ijtihadnya pada usia kira-kira 13 tahun, sebelum akhirnya ia menjadi mujtahid, imam madzhab yang terkemuka. Hasan al Banna mendirikan gerakan Ikhawanul Muslimin pada usia 23 tahun. Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun telah memimpin pasukan perang. Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam pada usia 8 tahun telah terlibat dalam perjuangan. Kini, kira-kira apa yang tengah dilakukan dan dipikirkan oleh remaja berusia 8 hingga 18 tahun dan pemuda berusia 23 tahunan?
Jelas, dan sengatlah jelas, diperlukan kebangkitan umat, khususnya dari kaum mudanya, bila diinginkan kejayaan Islam kembali. Diperlukan pemuda Islam sekualitas para shahabat, yang memiliki komitmen tauhid yang lurus, keberanian menegakkan kebenaran sebagaimana ditunjukkan para shahabat, rasulullah SAW. atau pada kisah Ibrahim muda, serta memiliki ketaatan pada aturan Islam tanpa reserve. Dengan dorongan peran pemuda, perjuangan Islam akan berlangsung lebih giat sehingga Islam niscaya akan kembali tegak. Ingatlah janji Allah pada surah An Nuur ayat 55.
“(Dan) Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi ini sebagaimana telah Dia jadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan mereka) sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutkan sesuatu apa pun dengan Aku” Jadi, tunggu apa lagi?
To be continued...
Pemuda memegang peranan penting dalam hampir setiap perjuangan meraih cita-cita. Revolusi Perancis yang menumbangkan kekuasaan monarki digerakkan oleh para pemuda. Perjuangan pro demokrasi di RRC dan Burma juga digerakkan oleh pemuda. Lapangan Tiananmen di Cina bisa menjadi saksi bagaimana keberanian pemuda menyongsong desingan peluru demi cita-cita demokratisasi yang didambaknnya. Bahkan foto yang merekam keberanian seorang pemuda pro-demokrasi menyongsong iringan tank menjadi foto jurnalistik terbaik ketika itu. Para pengikut setia Lenin dan Stalin di awal kemenangan komunisme di Rusia kebanyakan adalah para pemuda. Pemuda Mikhail Gorbachev ketika 18 tahun menulis, “Lenin adalah ayahku, guruku dan Tuhanku”. Kini, di Indonesia setelah PKI sudah lama dibubarkan, disinyalir muncul ideologi “kiri baru” yang kebanyakan penganutnya tetaplah kalangan muda. Demonstrasi kolektif menuntut reformasi antar kampus-kampus besar di Indonesia yang akhirnya menumbangkan kekuasaan Order Baru dan Presiden Soeharto 21 Mei 1998 lalu, juga dilakukan mahasiswa yang notabene pemuda.
Begitu juga dalam sejarah dakwah Islam, pemuda memegang peranan penting. Para Nabi dan Rasul yang diutus Allah untuk menyampaikan ajaran agama terpilih dari kalangan pemuda yang rata-rata berusia sekitar empat pulu tahun. Berkata Ibnu Abbas ra. ”Tidak ada seorang Nabi pun yang diutus Allah melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda saja (antara 30 – 40 tahun). Begitu juga tidak seorang alim pun yang diberi ilmu melainkan (hanya) dari kalangan pemuda saja”. (Tafsir Ibnu Katsir III/63). Di Indonesia, pemuda Islam – dengan semangat jihad – berjuang mengusir penjajah kafir belanda. Pemuda Islam juga yang menjadi garda terdepan dalam aksi penumpasan PKI. Teriakan “Allahu Akbar” pemuda Bung Tomo membakar semangat arek Suroboyo melawan tentara sekutu.
Dalam Al Qur’an terdapat banyak kisah keberanian pemuda. Ada pemuda Ashabul Kahfi, pemuda Musa, Yusuf dan sebagainya. Simaklah bagaimana kisah keberanian Ibrahim yang diantaranya tertuang pada surah Al Anbiya’ ayat 60, “Mereka berkata: Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim”. Ibrahim menentang keras kebiasaan kaumnya. Ia mencela patung-patung sesembahan mereka yang sama sekali tidak memberi manfaat dan mendatangkan mudharat. Dalam surah Asy Syu’ara ayat 72 diceritakan bagaimana Ibrahim mendebat cara berpikir mereka. “Berkata Ibrahim, ”Apakah berhala-berhala itu mendengarmu sewaktu kamu berdoa kepadanya? Atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?” Mereka menjawab, ”sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian””. Jelaslah bahwa mereka menyembah berhala-berhala itu karena taklid buta semata, tanpa ilmu. Ibrahim lantas menjelaskan siapa yang sesungguhnya pantas disembah. Berkata Ibrahim (mulai ayat 77), “Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam, Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkanku”.
Bukan hanya mendebat, Ibrahim juga mengambil tindakan. Ayat 58 dari Surah Al Anbiya’ menceritakan, “Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar dari patung-patung yang lain, agar mereka (kaum itu) kembali bertanya kepadanya”. Ketika mereka menangkap Ibrahim dan menuduhnya merusak berhala itu, Ibrahim meminta mereka untuk bertanya kepada berhala besar yang masih utuh. Tentu saja mereka tak mau melakukan karena tahu berhala itu tidak dapat berbicara. “Kemudian mereka jadi tertunduk (lalu berkata), “Sesungguhnya kamu Ibrahim telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara”” (ayat 65). Bila demikian, mengapa masih saja disembah? “Ibrahim berkata, Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu?”
Pemuda di Awal Dakwah Islam
Rasulullah Muhammad SAW ketika diangkat menjadi Rasul berumur empat puluh tahun. Pengikut beliau, yang merupakan generasi pertama, kebanyakan juga dari kalangan pemuda bahkan ada yang masih anak-anak. Mereka dibina Rasulullah SAW. setiap hari di Daarul Arqam. Diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam, yang paling muda, keduanya ketika itu berusia 8 tahun, Thalhah bin Ubaidillah (11), Al Arqam bin Abi Al Arqam (12), Abdullah bin Mas’ud (14) yang kelak menjadi salah satu ahli tafsir terkemuka, Sa’ad bin Abi Waqqash (17) yang kelak menjadi panglima perang yang menundukkan Persia, Ja’far bin Abi Thalib (18), Zaid bin Haritsah (20), Ustman bin Affan (20), Mush’ab bin Umair (24), Umar bin Khattab (26), Abu Ubaidah Ibnul Jarah (27), Bilal bin Rabbah (30), Abu Salamah (30), Abu Bakar Ash Siddiq (37), Hamzah bin Abdil Muthalib (42), Ubaidah bin Al Harits, yang paling tua diantara semua shahabat berusia 50 tahun.
Dan masih terdapat puluhan ribu pemuda lain yang terlibat aktiv dalam dakwah menegakkan panji-panji Islam di masa hidup Rasulullah SAW. umumnya mereka adalah pemuda, bahkan remaja yang baru berangkat dewasa. Adalah Usamah bin Zaid, ketika itu berusia 18 tahun, yang diangkat Nabi sebagai komandan pasukan Islam ketika menyerbu Syam. Padahal diantara pasukan Islam terdapat shahabat seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab yang lebih tua darinya. Begitu juga Abdullah bin Umar. Jiwa perjuangan Islam telah memanasi jiwanya sejak umur 13 tahun. Alkisah, suatu ketika Rasulullah SAW. tengah menyiapkan pasukan untuk perang Badar. Datang kepada Rasulullah SAW. dua remaja Islam, Abdullah Ibnu Umar dan Al Barra’, meminta agar diterima sebagai anggota pasukan Islam. Tapi rasulullah SAW. menolak karena mereka masih terlampau kecil. Tahun berikutnya, menjelang perang Uhud, mereka datang lagi kepada Rasulullah SAW. untuk maksud yang sama. Yang diterima hanya Al Barra’. Pada perang Ahzab barulah Ibnu Umar diterima sebagai anggota pasukan Islam (Shahih Bukhari VII/ hal 226 dan 302).
Ada satu riwayat menarik untuk direnungkan oleh para pemuda Islam masa kini, yang diceritakan oleh shahabat Abdurrahman bin Auf. Katanya, “Selagi aku berdiri dalam barisan pasukan pada perang Badar, aku melihat ke kanan dan kiri. Saat itu tampaklah olehku dua orang Anshar yang masih muda belia. Aku berharap semoga aku lebih kuat dari padanya. Tiba-tiba salah seorang diantaranya menekanku seraya berkata: “Hai paman, apakah engkau mengenal Abu Jahal (tokoh kafir Quraisy - Pen)?” Aku jawab: “Ya, apa keperluanmu padanya, hai anak saudaraku?.” Dia menjawab: “Ada seseorang yang memberitahuku bahwa Abu Jahal sering mencela Rasulullah SAW.. Demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya, jika aku menjumpainya tentu tak akan kulepaskan dia sampai siapa yang terlebih dulu mati, aku atau dia”. Berkata Abdurrahman bin Auf: “Aku merasa heran ketika mendengar ucapan pemuda itu”. Kemudian anak yang satunya lagi juga menekanku dan berkata seperti ucapan temannya tadi. Tidak lama berselang, aku melihat Abu Jahal mondar-mandir di dalam barisannya. Segera aku katakan (kepada dua anak muda itu): “Inilah orang yang sedang kalian cari”. Tanpa mengulur-ulur waktu, keduanya seketika menyerang Abu Jahal, menikamnya dengan pedang sampai tewas. Setelah itu mereka mendatangi Rasulullah SAW. (dengan rasa bangga) menceritakan kejadian itu. Rasulullah SAW. bertanya: ”Siapa diantara kalian yang menewaskannya?” masing-masing menjawab: “Sayalah yang membunuhnya” lalu Rasulullah SAW. bertanya lagi: “Apakah kaliah sudah membersihkan mata pedang kalian?” “Belum”, jawab keduanya serentak. Rasulullah SAW. kemudian melihat pedang mereka, seraya bersabda: “Kamu berdua telah membunuhnya, akan tetapi segala pakaian dan senjata yang dipakai Abu Jahal (boleh) dimiliki Muadz bin Al Jamuh””. (Berkata perawi hadits ini): Bahwa kedua pemuda itu adalah Muadz bin Afra dan Muadz bin Amru bin al Jamuh. (Musnad Imam Ahmad jilid I/hal. 193 dan Shahih Bukhari hadits no. 3141 dan Shahih Muslim hadits no. 1752)
Pemuda-pemuda gagah berani, yang hidupnya didedikasikan hanya bagi kejayaan dan kemuliaan Islam, seperti itulah yang telah sanggup memikul beban dakwah dan bersedia berkorban serta menghadapi berbagai siksaan dengan penuh kesabaran. Mereka mendapat kebaikan, ampunan dari Allah dan surga yang tak terkirakan kenikmatannya. Mereka itulah yang disebut orang yang muflih (beruntung).
“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh bermacam-macam kebaikan dan mereka itulah orang –orang yang beruntung” (at Taubah: 88).
“Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanKu (karena mengemban dakwah Islam) yang berperang dan yang dibunuh, pasti akan Aku hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Sebagai pahala di sisi Allah. Dan di sisi Allahlah terdapat pahala yang baik” (Ali Imran: 195)
Masa Depan di Tangan Islam
Berdasar dalil-dalil yang kuat, diyakini Islam akan melingkupi seluruh dunia di masa depan.
“Dialah yang mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk yang benar dan agama yang haq untuk dimenangkanNya atas seluruh agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya” (at Taubah: 33)
“Sesungguhnya Allah telah memberikan bagiku dunia ini, baik ufuk Timur maupun Barat. Dan kekuasaan umatku akan sampai kepada apa yang telah diberikan kepadaku dari dunia ini” (HR. Muslim)
“Perkara ini (agama Islam) akan merebak ke segenap penjuru yang ditembus malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumah pun, baik gedung maupun gubuk melainkan Islam akan memasukinya sehingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran” (HR. Ibnu Hibban nomer 1631-1632)
Bila kejayaan Islam masa lalu muncul akibat dakwah Islam yang banyak ditopang oleh para pemuda Islam yang memiliki sifat dan sikap perjuangan gigih, yang sanggup menyisihkan siang dan malamnya demi kepentingan Islam, maka demikian juga masa depan Islam. Sunatullah tidak pernah berubah. Siapa yang unggul dialah yang memimpin. Umat Islam di masa lalu, terutama para pemudanya, unggul karena mereka benar-benar memeluk Islam secara kaffah, lurus aqidahnya dan penuh ketaatannya pada syariat. Bagaimana dengan pemuda Islam sekarang?
Pemuda Islam sekarang hidup dalam lingkungan jahily. Di sekitarnya berlangsung tatanan kehidupan tidak Islamiy, disertai proses deislamisasi yang demikian deras melalui berbagai media. Menjadikan satu sisi mereka tetap muslim tapi di sisi lain pikiran, perasaan dan tingkah lakunya – dalam cara berpakaian, bergaul, bermuamalah – telah banyak tercemari oleh pikiran, perasaan dan tingkah laku tidak Islam yang kebanyakan bersumber dari khasanah pemikiran non Islam. Di bidang budaya misalnya, berkembang westernisme yang berinti amoralisme. Bagi mereka tidak ada yang tabu, termasuk seks bebas, pakaian tak senonoh, sepanjang tidak menggangu kepentingan orang lain. Bila tidak waspada, pemuda Islam masa kini akan dengan mudah terasingkan dari agamanya. Ajaran-ajaran Islam tentang pakaian, makanan, pergaulan, ekonomi, politik, dan sebagainya, ditanggapinya sebagai pikiran dan seruan yang asing lagi aneh. Bila demikian keadaan pemuda Islam sekarang, bagaimana bisa diharap kejayaan Islam di masa depan sebagaimana telah dijanjikan?
Dulu, Syafi’i muda telah hafal Al Qur’an pada usia sekitar 9 tahun, dan mulai dimintai ijtihadnya pada usia kira-kira 13 tahun, sebelum akhirnya ia menjadi mujtahid, imam madzhab yang terkemuka. Hasan al Banna mendirikan gerakan Ikhawanul Muslimin pada usia 23 tahun. Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun telah memimpin pasukan perang. Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam pada usia 8 tahun telah terlibat dalam perjuangan. Kini, kira-kira apa yang tengah dilakukan dan dipikirkan oleh remaja berusia 8 hingga 18 tahun dan pemuda berusia 23 tahunan?
Jelas, dan sengatlah jelas, diperlukan kebangkitan umat, khususnya dari kaum mudanya, bila diinginkan kejayaan Islam kembali. Diperlukan pemuda Islam sekualitas para shahabat, yang memiliki komitmen tauhid yang lurus, keberanian menegakkan kebenaran sebagaimana ditunjukkan para shahabat, rasulullah SAW. atau pada kisah Ibrahim muda, serta memiliki ketaatan pada aturan Islam tanpa reserve. Dengan dorongan peran pemuda, perjuangan Islam akan berlangsung lebih giat sehingga Islam niscaya akan kembali tegak. Ingatlah janji Allah pada surah An Nuur ayat 55.
“(Dan) Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi ini sebagaimana telah Dia jadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan mereka) sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutkan sesuatu apa pun dengan Aku” Jadi, tunggu apa lagi?
To be continued...