Waktu kita sama, 24 jam. Walaupun waktu yang diberikan itu sama, tetapi –tentu saja- berbeda cara pemanfaatannya, dan berbeda-beda pula artinya. Saya dulu sangat menyukai permainan video game –sekarang juga masih suka-, ketika saya memainkan game balap mobil terkenal, ceritanya untuk mendapatkan license untuk bertanding di turnamen balap eksklusif di permainan itu saya harus menjadi juara pertama pada suatu selection trial race. Tapi saya selalu kalah. Setelah berlatih dan terus berlatih saya akhirnya mampu memimpin balap tersebut selama 3 lap, tetapi ketika final lap, mendekati garis finish, tiba-tiba mobil saya disalip dan saya jadi juara kedua dengan selisih 0.08 detik. Kesal campur sebel, akhirnya saya tidak pernah memainkan game tersebut lagi. Mungkin teman-teman juga sudah tidak asing dengan balap F-1 di televisi, ketika pit stop, 0.1 detik saja sangat berarti dan menentukan bagi mereka. Inilah yang saya sebut berbeda. Penghargaan waktu oleh seseorang akan relatif berbeda tergantung bagaimana ia memandang tujuannya. Lalu, kira-kira bagaimanakah memanfaatkan waktu yang paling efektif? Apakah dengan menjadi pembalap sehingga kita menghargai setiap detik ataukah seperti apa. Sekali lagi jawabnya ada pada tujuan kita.
Tidak ada yang menyangkal bahwa kita manusia lemah dan terbatas, berasal dari pencipta kita, dalam Islam Allah swt. Dan tidak ada yang menolak apabila saya nyatakan ketika kita sudah selesai menjalankan kehidupan di dunia ini kita akan kembali kepada pencipta kita, Allah swt. Tetapi, walaupun banyak orang yang tidak menolak kedua pertanyaan (dari mana dan akan kemana) yang saya kemukakan diatas, kebanyakan tidak mengetahui jawaban pertanyaan untuk apa kita hidup di dunia dan hubungan tujuan hidup dengan darimana hidup ini dan akan kemana setelah hidup. Faktanya adalah bahwa Allah menyertakan sejumlah aturan bagi manusia tentang bagaimana ia menjalankan aktivitasnya ketika Allah menciptakan manusia, dan faktanya lagi adalah bahwa Allah akan menilai setiap aktivitas manusia dengan standar aturan yang diberikannya ketika ia meninggalkan dunia. Hal ini membawa kita pada konsekuensi hidup; taat pada sejumlah aturan Allah jika ingin mendapatkan penilaian yang baik dari Allah swt. dan apabila kita ingin mendapatkan rewards-Nya yaitu surga, dibanding mendapat punishment-Nya yaitu neraka.
Masalahnya lagi, waktu manusia itu terbatas, dan surga itu mahal. Cara satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah dengan menyesuaikan aktivitas kita dengan sejumlah aturan tersebut. Ada 5 kriteria aktivitas kita, yaitu (1) wajib, (2) sunnah, (3) mubah, (4) makruh, (5) haram. Maka kita mesti mendahulukan yang wajib ketimbang yang sunnah, dan yang sunnah ketimbang yang mubah, sedangkan makruh apalagi haram adalah yang selalu kita usahakan untuk tidak dikerjakan. Lalu apabila ada 2 aktivitas fardhu yang bertabrakan, maka yang mesti didahulukan adalah fardhu individu ketimbang fardhu bersama. Dan yang mendesak waktunya dibanding yang leluasa. Tentu saja semuanya berdasarkan aturan Allah.
Singkatnya adalah, bagi setiap insan yang menyadari bahwa ia akan kembali kepada Allah dengan membawa setumpuk kertas ujian yang telah dinilai, maka ia mesti menghabiskan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah. beribadah disini adalah dalam arti yang luas, bukan ibadah ritual. Ingat, bahwa Allah menurunkan Islam sebagai agama yang sempurna, ia mengatur kehidupan dunia sebagaimana ia mengatur urusan akhirat. Dengan kata lain, kita justru tidak diperintahkan untuk berada sepanjang waktu di dalam mesjid dan berdoa atau shalat, sebagaimana kita tidak pernah diperintahkan untuk bertapa di gunung yang paling tinggi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Islam, belajar adalah ibadah, kerja adalah ibadah, berpolitik adalah ibadah, tidur adalah ibadah, dengan kata lain: setiap aktivitas seorang muslim bisa menjadi ibadah, yang akan dinilai oleh Allah dan mendapatkan tiket untuk memasuki surga-Nya.
Tapi manusia tetaplah manusia, manusia adalah makhluk tempatnya salah dan lupa, oleh karena itu, seringkali pahala yang sudah mereka tumpuk dengan susah payah akhirnya sedikit demi sedikit habis oleh maksiat-maksiat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu ada beberapa tips untuk memanfaatkan waktu secara cerdas dan tepat.
1. Ngaji (Islam) dan Baca buku
Seringkali kita meremehkan kedua hal yang penting ini, padahal kedua hal ini, jika disadari dan dilaksanakan akan memberikan banyak hal yang luar biasa bermanfat. Dengan membaca dan mengaji kita bisa menambah umur, menghemat umur sekaligus menghemat harta dalam waktu yang bersamaan. Saya beri sedikit illustrasi, buku adalah hasil pengalaman dan pengamatan penulis selama waktu tertentu yang dituliskan di dalam lembar-lembar yang dapat dibaca, berarti ketika kita membaca suatu buku, seolah-olah kita telah mengalami apa yang dialami oleh penulis, minimal berpengaruh dalam cara berpikir kita.
2. Berinvestasilah!
Dalam manajemen finansial, kita harus berusaha sedapat mungkin untuk menambah kolom aset kita, berinvestasi adalah salah satu contohnya. Yang saya maksud dengan berinvestasi adalah bagaimana agar tiket ke surga terus menerus kita kumpulkan tanpa kehadiran kita disana, atau saya lebih suka mengatakannya membeli tambahan waktu, sehingga seolah-olah waktu kita lebih dari 24 jam. Bahasa keren dari investasi dalam Islam adalah: da’wah. Ketika da’wah kita meluangkan sedikit waktu, tetapi hasilnya luar biasa, setelah itu, bila yang kita da’wahi melaksanakan Islam yang kita sampaikan maka ia berpahala, dan kita pn mendapatkan aliran pahala tanpa mengurangi pahala orang tersebut. Satu-satunya investasi di dunia yang tak kan pernah merugi. Jenis investasi lain misalnya adalah shadaqah.
Wallahu a’lam bi ash shawab
Source http://goo.gl/LJO5Gp
0 komentar:
Posting Komentar